Rabu, 06 Februari 2008

1 SEMESTER 3 SKS (SEbelum MEnyeSal dan TERlambat Sudahkah Kita Sadar, Sudahkah Kita Sopan, Sudahkah Kita Santun)



Suatu siang di hari Ahad, kurang lebih lima tahun yang lalu (aku lupa tanggal dan bulannya), telepon di rumah induk tempat tinggalku berdering, waktu itu aku menumpang tinggal di rumah salah satu teman. Sesaat kemudian bapak temanku memanggilku, “mas Heri ono telpon seko bapak Jogja!”( mas Heri ada telepon dari bapak Jogja!). Ternyata dering telepon tadi untukku, dengan sedikit berlari kecil dari kamar tidur kuraih gagang telepon dari tangan bapak. Kebetulan beliau sedang berada di ruang tengah menikmati buku bacaan favoritnya.


Lima belas menit berlalu percakapanku dengan bapak plus ibu dari Jogja terasa begitu cepat, maklumlah sudah hampir seminggu terakhir kami tidak online. Memasuki menit keduapuluh setelah cukup puas mengobati dahaga rindu, ibu mengakhiri percakapan kami dengan tidak lupa (seperti biasanya) memberi nasehat untuk selalu berhati-hati, menjaga kesehatan dan sholat jangan sampai terlewatkan.

Saat kuberanjak dari tempatku menelpon dengan tidak lupa mengucapkan terimakasih, bapak mengajukan satu pertanyaan kepadaku:

Sopo sing nelpon, mas Heri ?” (Siapa yang menelpon, mas Heri ?) dalam hati kubertanya heran: “Bukannya beliau sudah tahu ya telepon dari mana tadi?”
Sesaat kemudian kujawab:

Saking bapak kalih ibu saking Jogja pak.” (Dari bapak dan ibu dari Jogja pak).
Komentar bapak pun segera meluncur seiring jawabanku tersebut:

Wes kenal suwe toh? kok rengomong ming koyo karo koncone wae.” (Sudah kenal lama toh? Kok berbicaranya cuma seperti bicara dengan temannya saja.)

Sejenak kuterhenyak mendengarnya, karena kutahu maksud komentar beliau. Aku sangat sadar kalau selama ini kebiasaanku berbicara dengan bapak dan ibuku selalu memakai bahasa jawa ngoko (bahasa jawa level terendah - bahasa yang biasa aku gunakan berbicara dengan teman-teman sepadanku), padahal bahasa jawa kromo (bahasa jawa halus) yang semestinya kugunakan.

Mulai detik itu kupatrikan dalam hati untuk selalu menggunakan bahasa jawa kromo setiap berbicara dengan bapak dan ibuku. Dan alhamdulillah sampai saat ini aku masih kuat memegang janji hatiku tersebut. Mungkin sudah banyak orang melakukannya, tapi pasti masih banyak juga mereka yang belum atau tidak melakukannya, bahkan sering kali kita masih mendengar seorang anak bertindak kasar atau membentak dengan bahasa yang kasar kepada orang tuanya, na’udzubillahi mindzalik.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghargai orang tua kita, namun kalau ditanya berapa nominalnya pasti kita tidak pernah akan mampu menemukan jawabannya. Tidak sedikit pula cara yang dapat dilakukan untuk menghormati orang tua kita, atas segala pengorbanan, jerih payah dan kasih sayangnya mulai dari kita terlahir di alam fana ini hingga sekarang dewasa, bahkan saat kita masih di kandungan ibu. Didalam Al Qur’an Surat Luqman ayat 14, Allah SWT berfirman: “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Dengan bersikap sopan, santun dan berbicara dengan tutur kata yang halus, percayalah bahwa hal tersebut adalah ‘kenikmatan’ yang takterhingga untuk orang tua kita. Membiasakan diri untuk selalu berbicara dengan bahasa dan tutur kata yang halus bukanlah suatu pekerjaan yang susah bila dilandasi dengan niat yang tulus, tapi sudahkah kita melakukannya sebelum menyesal karena tidak pernah mencobanya? it’s never to late to do it !

Tidak ada komentar: